PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Teori belajar Behavioristik
adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut
teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga
bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap
dikuatkan
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hakekat teori behavior ?
2. Siapa
saja tokoh yang mendukung teori behavior ?
3. Bagaimana
pengaplikasi / penerapan yang cocok dalam teori behavior ?
4. Apa
saja kekuatan dan kelemahan teori behavior ?
5. Apa
saja implikasi dari teori behavior ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
bagaimana konsep teori behavior
2. Mengetahui
siapa saja tokoh yang mendukung teori behavior
3. Mengetahui
bagaimana pengaplikasi / penerapan yang cocok dalam teori behavior
4. Mengetahui
apa saja kekuatan dan kelemahan teori behavior
5. Mengetahui
apa saja implikasi dari teori behavior
PEMBAHASAN
A. Hakekat
Teori Behavior
Teori
Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Senada dengan itu
dikatakan bahwa teori pembelajaran behavioral merupakan penjelasan tentang
pembelajaran yang difokuskan pada kejadian-kejadian eksternal sebagai penyebab
perubahan pada perilaku yang dapat diobservasi.[1]
Teori ini
lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Dalam teori behavioristik manusia lahir tampa
warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan, dan warisan abstrak
lainnya. Semua kecakapan, kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul setelah
manusia melakukan kontak dengan alam sekitar terutama alam pendidikan. Artinya
seorang individu manusia bisa pintar, terampil, dan berperasaan hanya
bergantung pada bagaimana individu itu dididik.[2]
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan Respon berupa
reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Hal lain
yang berkaitan dengan teori behavioristik adalah contiguity, istilah ini
pertama kali dicetuskan Aristoteles, ia mengatakan bahwa kita mengingat
berbagai hal secara bersama-sama (1) bila mereka mirip, (2) bila mereka
kontras, (3) bila mereka contiguous. Prinsip Contiguity
mengetakan bahwa bilamana dua sensasi atau lebih terjadi bersama-sama dengan
cukup sering, mereka akan menjadi terasosiasi. Setelah itu, bila hanya satu
sensasi (stimulus) terjadi, yang lain juga akan teringat (respon).[3]
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa
prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi :
1. Reinforcement
and Punishment
2. Primary
and Secondary Reinforcement
3. Schedules
of Reinforcement
4. Contingency
Management
5. Stimulus
Control in Operant Learning
6. The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Menurut
Thorndike, Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon,Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera, dengan kata lain Stimulus adalah kejadian yang meng
aktifkan perilaku.[4] sedangkan Respon
adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat
pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Menurut Anita;
2009 respon adalah reaksi yang dapat diobservasi terhadap sebuah stimulus.
Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu
yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun
aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga
hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni :
1. Hukum
Kesiapan
Hukum
kesiapan (Law of readiness) dimana semakin siap suatu organisme
memperoleh perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. (Bell,
Gredler, 1991)
Contoh:
siswa yang siap ujian, maka ia akan puas, tetapi jika ujiannnya ditunda, ia
menjadi tidak puas.
2. Hukum
Latihan
Hukum
Latihan (Law of excercise) yaitu semakin sering tingkah laku di
ulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Contoh :
siswa yang belajar bahasa Inggris , semakin sering digunakan bahasa Inggrisnya,
maka akan semakin terampil dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Inggris. Tetapi jika tidak digunakan, maka ia tidak akan terampil berkomunikasi
dengan bahasa Inggris.
3. Hukum
Efek / Akibat
hukum
akibat (law of effect) yaitu hubungan stimulus respon akan cenderung di
perkuat bila akibatnya menyenangkan dan sebaliknya cenderung melemah jika
akibatnya tidak memuaskan.
Contoh : siswa
yang mendapatkan nilai tinggi maka akan semakin besar juga minat siswa tersebut
dalam memahami materi pelajarannya, namunjika siswa tersebut mendapatkan nilai
rendah maka semakin rendah juga minat siswa tersebut terhadap pelajaran atau bahkan
ia akan menghindari pelajaran tersebut.
Ketiga
hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon
B. Tokoh-tokoh
Teori Behavior
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, Skinner
1. Teori
Belajar Menurut Watson
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun
dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau
Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu
sejauh mana dapat diamati dan diukur.
2. Teori
Belajar Menurut Clark Hull
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan
hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus
dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan
tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
biologis (Bell, Gredler, 1991).
Ciri-ciri
dari teori ini adalah sebagai berikut :
a. Mementingkan
faktor lingkungan
b. Menekankan
pada faktor bagian
c. Menekankan pada tingkah laku yang
nampak dengan mempergunakan metode obyektif
d. Bersifat
mekanis
e. Mementingkan
masa lalu
f. Mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil
g. Mementingkan
pembentukan reaksi atau respon
h. Menekankan
pentingnya latihan
i. Mementingkan
mekanisme hasil belajar
j. Mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku
yang diinginkan.
3. Teori
Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas
belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta
didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran
utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan
oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
4. Teori
Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu
penjelasan lagi, demikian seterusnya.
C. Aplikasi
Teori Behavior
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan belajar tergantung beberapa hal seperti :
1. Tujuan
pembelajaran
2. Sifat
materi pelajaran
3. Karakteristik
siswa
4. Media
5. Fasilitas
pembelajaran yang tersedia
Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :
Kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya:
Percakapan Bahasa Asing, Mengetik, Menari, Menggunakan Komputer, Berenang,
Olahraga Dan Sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Langkah-langkah
pembelajaran yang berpijak pada teori behaviorisme dan digunakan
untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP) atau Rencana Pembalajaran
(RP), antara lain seperti yang dinyatakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan
(2001) esensinya meliputi:
1. Menentukan
tujuan pembelajaran, jika berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompensasi (KBK) yang
juga dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hal ini
dimulai dengan pemilihan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang
harus dikuasai pembelajar, kemudian merumuskan indicator dan tujuan
pembelajaran untuk mencapai standar tersebut.
2. Menganalisis
lingkungan kelas terutama adalah melakukan identifikasi perilaku awal (entry
behavior) siswa. Hal ini dapat dilihat sebagai hasil refleksi atau penilaian
terhadap materi pembelajaran terkait sebelumnya.
3. Menentukan
materi pelajaran (hal ini berbeda dengan sekuen KBK/KTSP)
4. Merinci
materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan,
subpokok bahasan, topic, dan lain-lain
5. Menyajikan
materi pelajaran, meliputi kegiatan pembukaan, inti dan penutup
6. Memberikan
stimulus, rangsangan, dapat berupa pertanyaan, tes/kuis, latihan, dan
tugas-tugas
7. Mengamati
dan mengkaji serta menilai respon yang diberikan siswa.
8. Memberikan
penguatan (reinforcement) ataupun hukuman atau negative reinforcement
9. Memberikan
stimulus baru berdasarkan penilaian terhadap respon sebelumnya
10. Mengamati,
mengkaji, dan menilai respon baru yang diberikan oleh siswa.
11. Bila dirasa
tujuan pembelajaran telah dicapai dapat diberikan penilaian akhir.
Sementara
itu para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa pembelajaran menurut konsep
behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok, yaitu :
1. Tahap Akuisisi, tahap
perolehan pengetahuan. Dalam tahap ini siswa belajar tentang informasi baru
2. Tahap Retensi, dalam
tahap ini informasi atau keterampilan baru yang dipelajari dipraktikkan
sehingga sehingga dapat mengingatnya selama suatu periode waktu tertentu. Tahap
ini juga disebut tahap penyimpanan (storage stage), artinya hasil belajar
disimpan untuk digunakan di masa depan
3. Tahap
Transfer. Seringkali gagasan yang disimpan dalam memori sulit diingat
kembali saat akan digunakan di masa depan. Kemampuan untuk mengingat kembali
informasi dan menggunakannya dalam situasi baru (yaitu mentransfernya dalam
pembelajaran yang baru) tampaknya memang memerlukan bermacam-macam strategi,
tetapi kelihatannya amat bergantung kepada ingatan kita terhadap informasi yang
benar.
D. Kekuatan
dan Kelemahan Teori Behavior
Dalam
setiap teori tidak lepas dengan adanya kelebihan dan kekurangan, maka dalam
penerapan teori pembelajaran berbasis behavioristik menjumpai kekurangan dan
kelebihan diantaranya :
1. Kekuatan
Teori Behavior
Teori
behaviorisme dalam pendidikan memiliki sejumlah besar pengikut sehingga
memiliki implikasi yang nyata dalam pembelajaran. Bahkan harus diakui banyak
pendidik diseluruh belahan dunia ini yang masih mempraktekan aliran
behaviorisme. Teori bihaviorisme dengan model hubungan S-R mendukung siswa
sebagai individu yang pasif.
Pembelajaran
yang berpijak yang dirancang berdasarkan teori behaviorisme memandang
pengetahuan bersifat objektif, tetap, pasti dan tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar merupakan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Siswa
diharapkan memiliki pemahaman yang sama tentang pengetahuan yang diajarkan.
Proses berpikir utama siswa adalah “meng-copy and paste” pengetahuan seperti
apa yang dipahami pengajar.
2. Kelemahan
Teori Behavior
Dalam
proses belajar mengajar siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pengajar. Oleh karena itu,
kurikulum dikembangkan secara terstruktur dengan menggunakan standar-standar
tertentu dalam proses pembelajaran yang harus diraih oleh siswa. Dalam
penilaian (asesmen) hasil tes tulis, hasil uji kinerja yang dapat diamati
(observable), sehingga hal-hal yang tidak teramati seperti sikap, minat, bakat,
motivasi dan sebagainya kurang dijangkau oleh penilaian.
E. Implikasi
Teori Behavior
Kurikulum
berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam
sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa.
Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang
belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung
mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan.
Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada
manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan
melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu
behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
BAB III
PENUTUP
A. Penutup
Demikianlah
beberapa pandangan tentang teori behavioristik, dari pemaparan di atas dapat di
ambil kesimpulan bahwa dalam teori behavioristik faktor lingkungan sangat
penting perananya dalam proses pembelajaran, disamping itu teori ini juga
mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon.
Sebagai
konsekuensi dari teori ini adalah para pendidik yang menggunakan paradigma
behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap,
sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh
oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah tetapi instruksi singkat yang
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks.
B. Kesimpulan
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa
prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi :
1. Reinforcement
and Punishment
2. Primary
and Secondary Reinforcement
3. Schedules
of Reinforcement
4. Contingency
Management
5. Stimulus
Control in Operant Learning
6. The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
C. Kritik
dan Saran
Penulis
menyadari akan kekurangan makalah ini, maka penulis mengharap dengan sangat
kritik dan saran untuk kebaikan dan pengembangan makalah ini dengan baik untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Tabrani Rusyan, dkk, “Pendekatan Dalam
Proses Belajar Mengajar”, 1989, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Anita Woolfolk, Educational Phychology Active Learning Edition, Jogyakarta,
Pustaka Pelajar,2009
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, “ Teori
Belajar dan Pembelajaran”, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2010
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, 2009
. (PT: Raja Grafindo Pustaka:Jakarta). H
Mukhlas Sumani, Belajar dan pembelajaran,
Bandung, remaja Rosdakarya,2011
file:///G:/teori-belajar-behavioristik.html ,
diakses pada tanggal 29 Maret 2014.
[1] Anita
Woolfolk, Educational Phychology Active Learning Edition, Jogyakarta,
Pustaka Pelajar,2009, hal.304
[2][2][2]
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta, Rajawali Pers, 2012, hal 104
[3] Rachlin,
Wasserman & Miller dalam Anita Woolfolk :2009
[4] Anita
Woolfolk, Educational Phychology Active Learning Edition, Jogyakarta,
Pustaka Pelajar,2009, hal.306
Tidak ada komentar:
Posting Komentar